MAKALAH
PASCA PANEN
KOPI LUWAK
Di Susun Oleh:
Antonius Iwan
Suwarsono (080301006)
Muhamad Suherwan (080301034)
Muhamad Sobirin ( )
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI
AGROEKOTEKNOLOGI
UNIVERSITAS MEGOU PAK TULANG
BAWANG
TAHUN AKADEMIK 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Dampak Teknologi Terhadap Kehidupan Bermasyarakat. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Informatika.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Menggala,
Juni 2012
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tanaman kopi
(Coffea sp.) merupakan komoditi perkebunan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
sehingga prospektif untuk dikembangkan. Di pasar dunia hargakopi arabika lebih
mahal dibanding kopi robusta sehingga program pengembangan kopimelalui konversi
kopi robusta menjadi kopi arabika penting untuk dilakukan denganharapan
diperoleh bibit yang berkualitas.
Penyambungan
(grafting) dua varietas / klonyang berbeda menjadi satu tanaman adalah cara
untuk mendapatkan bibit kopi yangberkualitas baik dengan cepat dalam skala
besar. Untuk menghasilkan klon barudiperlukan waktu yang relatif lama yaitu
20-25 tahun (5 generasi secara berturut-turut).Dengan demikian, perlu adanya
alternatif untuk memperpendek waktu seleksidalam mendapatkan klon unggul
sehingga dapat dilihat daya hasilnya dalam waktuyang relatif singkat. Kegiatan
untuk memperpendek waktu seleksi dapat dilakukanmelalui aktivitas enzim nitrat
reduktase. Enzim nitrat reduktase dapat dijadikansebagai kriteria seleksi
karena enzim ini dikendalikan oleh gen yang secara langsungterlibat dalam
proses biosintesis protein.Namun demikian, pendugaan daya hasil melalui ANR
membutuhkanlaboratorium dengan biaya yang relatif mahal, waktu analisis yang
relatif lama dancara analisis yang relatif rumit. Oleh karena itu, perlu
dilakukan studi hubungan antarasifat-sifat mofologi bibit dengan ANR sehingga
dapat mempermudah seleksi pembibitantanaman kopi. Penelitian ini bertujuan
untuk mentaksir derajat keeratan hubunganantara sifat-sifat morfologi bibit
dengan ANR, baik secara langsung maupun tidaklangsung sehingga diketahui sifat
morfologi bibit yang mencirikan ANR sebagai pendugadaya hasil.
Tanaman kopi pertama kali ditanam di Jawa pada tahun 1696,
yaitujenis kopi Arabika (Coffea arabica)berasal dari Ethiopia
(Afrika
2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah menginformasikan
kepada pembaca tentang bagaimana penanganan dalam usaha kopi, khususnya dalam
penangan pasca panen kopi luwak
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Kopi (Coffea arabica L.)
Tanaman
kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terdiri atas banyak jenis antara
Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica. Negara asal tanaman kopi
adalah Abessinia yang tumbuh di dataran tinggi. Sistematik tanaman kopi robusta
menurut Armansyah (2010), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Genus : Coffea
Spesies : Coffea robusta Lindl.
Spesies : Coffea robusta Lindl.
Kopi Luwak
Kopi
Luwak adalah seduhan kopi
menggunakan biji kopi yang diambil
dari sisa kotoran
luwak/musang
kelapa. Biji kopi ini diyakini memiliki rasa yang berbeda setelah dimakan dan
melewati saluran pencernaan luwak. Kemasyhuran kopi ini di kawasan Asia
Tenggara telah lama diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di kalangan
peminat kopi gourmet setelah publikasi pada tahun 1980-an (Anonim,
2011b).
Asal
mula kopi luwak terkait erat dengan sejarah pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia.
Pada awal abad ke-18, Belanda membuka perkebunan tanaman komersial di koloninya
di Hindia
Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya adalah
bibit kopi arabika yang didatangkan dari Yaman. Pada era
"Tanam Paksa" atau Cultuurstelsel
(1830—1870). Belanda melarang pekerja perkebunan pribumi memetik buah kopi
untuk konsumsi pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin mencoba minuman kopi
yang terkenal itu. Kemudian pekerja perkebunan akhirnya menemukan bahwa ada
sejenis musang yang gemar memakan buah kopi, tetapi hanya daging buahnya yang
tercerna, kulit ari dan biji kopinya masih utuh dan tidak tercerna. Biji kopi
dalam kotoran luwak ini kemudian dipunguti, dicuci, disangrai, ditumbuk,
kemudian diseduh dengan air panas, maka terciptalah kopi luwak. Kabar mengenai
kenikmatan kopi aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan,
maka kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda. Karena
kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim, kopi luwak pun adalah
kopi yang mahal sejak zaman
kolonial. Biji kopi luwak adalah yang termahal di dunia, mencapai USD100 per 450 gram (Anonim, 2011b).
kolonial. Biji kopi luwak adalah yang termahal di dunia, mencapai USD100 per 450 gram (Anonim, 2011b).
Luwak,
atau lengkapnya musang luwak, senang sekali mencari buah-buahan yang cukup baik
dan masak termasuk buah kopi sebagai makanannya. Luwak akan memilih buah kopi
yang betul-betul masak sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang
dilindungi kulit keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak.
Biji kopi seperti ini, pada masa lalu sering diburu para petani kopi, karena
diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah difermentasikan secara alami
dalam perut luwak. Dan konon, rasa kopi luwak ini memang benar-benar berbeda
dan spesial di kalangan para penggemar dan penikmat kopi (Anonim, 2011b).
Luwak
hanya mau memakan buah dari biji kopi yang beraroma wangi seperti buah leci,
kemudian di perut luwak tersebut ini terjadi fermentasi yang sangat tinggi oleh
enzim-enzim yang tentunya menjadikan cita rasa yang sangat kuat dan memiliki
kenikmatan tersendiri, suhu ketika fermentasi di dalam perut luwak dapat
mencapai
antara 200-2650 C. Di dalam perut luwak, sebelum menjadi kopi luwak, terjadi fermentasi selama kurang lebih 48 jam. Dalam sehari seekor luwak hanya bisa memproduksi 0,2-0,4 kg biji kopi luwak. Itulah mengapa kopi luwak asli bisa menjadi sangat mahal,karena produksinya sangat sedikit (Anonim, 2010c).
antara 200-2650 C. Di dalam perut luwak, sebelum menjadi kopi luwak, terjadi fermentasi selama kurang lebih 48 jam. Dalam sehari seekor luwak hanya bisa memproduksi 0,2-0,4 kg biji kopi luwak. Itulah mengapa kopi luwak asli bisa menjadi sangat mahal,karena produksinya sangat sedikit (Anonim, 2010c).
Kopi
luwak merupakan salah satu upaya meningkatkan nilai tambah komoditas kopi, di
samping komoditas kopi biasa seperti kopi reguler Arabika (Java coffee) dan
kopi reguler Robusta. yang membedakan kopi luwak dengan biji kopi biasa adalah
dimakan oleh Luwak (sejenis musang) dan di keluarkan dalam bentuk biji kopi,
Sehingga aromanya lebih harum serta ada rasa pahit dan getir asam yang lebih
khas dan special (Anonim, 2010b).
Keistimewaan
kopi luwak berdasarkan Anonim (2010c):
Kopi luwak
berasal dari biji kopi terbaik. Naluri hewan luwak akan memilih biji kopi
paling matang yang biasanya berwarna merah. Bisa dipastikan, 90 % biji kopi
yang dihasilkan oleh hewan luwak adalah yang benar-benar matang, bukan yang
mentah. Ini memberi keuntungan, karena pada kopi biasa kemungkinan ada
pencampuran antara biji kopi yang mentah dan matang, yang tentunya bisa mengurangi
kualitas kopi.
Kopi luwak sudah
mengalami proses fermentasi secara alami di dalam pencernaan hewan luwak.
Proses fermentasi alami dalam perut luwak memberikan perubahan komposisi kimia
pada biji kopi dan dapat meningkatkan kualitas rasa kopi, karena selain berada
pada suhu fermentasi optimal, juga dibantu dengan enzim dan bakteri yang ada
pada pencernaan luwak. Karena itulah, rasanya kopi luwak beda dengan kopi
biasa. Kopi luwak mempunyai aroma yang khas tiada duanya, rasanya nikmat, dan
mengandung khasiat menambah energi kaum Adam.
Kopi luwak
mengandung kafein yang sangat rendah hanya sekitar 0,5 s/d 1%.
Kopi luwak bisa
meningkatkan stamina tubuh dan mencegah penyakit diabetes. Sebab, kopi yang
dikeluarkan oleh hewan luwak telah mengalami proses fermentasi alami kemudian
diolah oleh orang-orang yang berpengalaman serta menjadikannya kopi berkhasiat.
Kopi luwak
mengandung protein yang lebih rendah dan lemak lebih tinggi.
Kopi luwak bebas
dari pestisida. Bebas dari pestisida, karena pestisida yang terdapat pada kopi
telah dibersihkan secara alami di dalam perut luwak, sehingga kopi yang keluar
bersamaan dengan feses luwak telah bebas dari kandungan pestisida yang
berbahaya.
Pada
saat biji berada dalam sistem pencernaan luwak, terjadi proses fermentasi
secara alami selama kurang lebih 10 jam. Prof. Massiomo Marcone dari Guelpg
University, Kanada, menyebutkan fermentasi pada pencernaan luwak ini
meningkatkan kualitas kopi karena selain berada pada suhu fermentasi optimal
240 - 2600 C, juga dibantu dengan enzim dan bakteri yang ada pada pencernaan
luwak. Kandungan protein kopi luwak lebih rendah ketimbang kopi biasa karena
perombakan protein melalui fermentasi lebih optimal. Protein ini berperan
sebagai pembentuk rasa pahit pada kopi saat disangrai sehingga kopi luwak tidak
sepahit kopi biasa karena kandungan proteinnya rendah. Komponen yang menguap
pun berbeda antara kopi luwak dan kopi biasa. Terbukti aroma dan citarasa kopi
luwak sangat khas. Proses fermentasi tak lazim oleh luwak ini membuat sebagian orang
enggan mengkonsumsinya karena jijik atau takut. Padahal menurut Massimo,
kandungan bakteri pada kopi luwak yang telah dioven lebih rendah daripada kopi
dengan proses biasa (Anonim, 2010c).
Musang Luwak
(Paradoxurus hermaphroditus)
Musang luwak adalah hewan menyusui (mamalia)
yang termasuk suku musang dan garangan (Viverridae). Nama ilmiahnya adalah
Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai musang
pulut. Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90 cm (termasuk
ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Adapun klasifikasi ilmianya menurut (Corbet
and Hill, 1992 ) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Carnivora
Famili : Viverridae
Upafamili : Paradoxurinae
Genus : Paradoxurus
Spesies : P. hermaphroditus
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Carnivora
Famili : Viverridae
Upafamili : Paradoxurinae
Genus : Paradoxurus
Spesies : P. hermaphroditus
Musang
luwak adalah salah satu jenis mamalia liar yang kerap ditemui di sekitar pemukiman dan
bahkan perkotaan. Hewan ini amat pandai memanjat, lebih kerap berkeliaran di
atas pepohonan, meskipun tidak segan pula untuk turun ke tanah.Musang juga bersifat
nokturnal,
aktif di malam hari untuk mencari makanan (Tweedie, 1988).
Di
tempat-tempat yang biasa dilaluinya, di atas batu atau tanah yang keras,
seringkali didapati tumpukan kotoran musang dengan aneka biji-bijian yang tidak
tercerna di dalamnya. Agaknya pencernaan musang ini begitu singkat dan
sederhana, sehingga biji-biji itu keluar lagi dengan utuh. Karena itu pulalah,
konon musang luwak memilih buah yang betul-betul masak untuk menjadi
santapannya. Maka terkenal istilah kopi luwak
dari Jawa,
yang menurut ceritera dari mulut ke mulut diperoleh dari biji kopi hasil pilihan musang
luwak, dan telah mengalami ‘proses’ melalui pencernaannya (Cranbrook, 1987).
Kafein
Pengolahan Kopi
Luwak
Proses pengolahan kopi luwak sama dengan pengolahan kopi biasa hanya saja
proses fermentasi oleh musang/luwak yang membuat berbeda, proses fermentasi
yang digunakan adalah benar-benar buah biji kopi segar yang dimakan
musang/luwak tercampur dengan enzim-enzim yang ada didalam saluran pencernaan
musang/luwak tersebut berada di dalam perut musang/luwak selama + 2 jam sampai
dengan +12 jam, hal ini membuat proses fermentasi di dalam saluran pencernaan
musang/luwak menjadi sempurna sehingga tercipta cita rasa kopi yang eksotik
juga aroma kopi seduh yang sangat nikmat (Anonim, 2010a).
BAB
III
ISI
DAN PEMBAHASAN
PENANGANAN
PASCA PANEN KOPI LUWAK
Pemanenan Kopi ,
jika usianya sudah produktif, harus dilakukan secara benar dan proses pasca
panen harus juga mengikuti Standar standar yang baik, sehingga kopi yang
dihasilkan tetap punya kualitas tersendiri…
Tanaman kopi
yang terawat dengan baik dapat mulai berproduksi pada umur 2,5 – 3 tahun
tergantung dari lingkungan dan jenisnya. Tanaman kopi robusta dapat berproduksi
mulai dari 2,5 tahun, sedangkan arabika pada umur 2,5 – 3 tahun.
Jumlah kopi yang
dipetik pada panen pertama relatif masih sedikit dan semakin meningkat sejalan
dengan meningkatnya umur tanaman sampai mencapai puncaknya pada umur 7 – 9
tahun. Pada umur puncak tersebut produksi kopi dapat mencapai 9 – 15 kuintal
kopi beras/ha/tahun untuk kopi robusta dan 5 – 7 kuintal kopi beras/ha/tahun
untuk kopi arabika. Namun demikian, bila tanaman kopi dipelihara secara
intensif dapat mencapai hasil 20 kuintal kopi beras/ha/tahun. 1. Pemanenan buah
kopi dilakukan secara manual dengan cara memetik buah yang telah masak. Ukuran
kematangan buah ditandai oleh perubahan warna kulit buah. Kulit buah berwarna
hijau tua ketika masih muda, berwarna kuning ketika setengah masak dan berwarna
merah saat masak penuh dan menjadi kehitam-hitaman setelah masak penuh
terlampaui (over ripe). 2. Kematangan buah kopi juga dapat dilihat dari
kekerasan dan komponen senyawa gula di dalam daging buah. Buah kopi yang masak
mempunyai daging buah lunak dan berlendir serta mengandung senyawa gula yang
relatif tinggi sehingga rasanya manis. Sebaliknya daging buah muda sedikit
keras, tidak berlendir dan rasanya tidak manis karena senyawa gula masih belum
terbentuk maksimal. Sedangkan kandungan lendir pada buah yang terlalu masak
cenderung berkurang karena sebagian senyawa gula dan pektin sudah terurai
secara alami akibat proses respirasi. 3. Tanaman kopi tidak berbunga serentak
dalam setahun, karena itu ada beberapa cara pemetikan :
a. Pemetikan selektif dilakukan
terhadap buah masak.
b. Pemetikan setengah selektif
dilakukan terhadap dompolan buah masak.
c. Secara lelesan dilakukan
terhadap buah kopi yang gugur karena terlambat pemetikan.
d. Secara racutan/rampasan
merupakan pemetikan terhadap semua buah kopi yang masih hijau, biasanya pada
pemanenan akhir.
Proses Pasca Panen Sortasi
a. Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah yang superior (masak,
bernas, seragam) dari buah inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang dan
terserang hama/penyakit). Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil
harus dibuang, karena dapat merusak mesin pengupas.
b. Biji merah (superior) diolah dengan metoda pengolahan basah atau
semi-basah, agar diperoleh biji kopi HS kering dengan tampilan yang bagus.
Sedangkan buah campuran hijau,kuning, merah diolah dengan cara pengolahan
kering.
c. Hal yang harus dihindari adalah menyimpan buah kopi di dalam karung
plastik atau sak selama lebih dari 12 jam, karena akan menyebabkan
pra-fermentasi sehingga aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan
berbau busuk (fermented).
Pengolahan Cara
kering Metoda pengolahan cara kering banyak dilakukan mengingat kapasitas olah
kecil, mudah dilakukan, peralatan sederhana dan dapat dilakukan di rumah
petani.
1. Pengeringan
a. Kopi yang sudah di petik dan
disortasi harus sesegera mungkin dikeringkan agar tidak mengalami proses kimia
yang bisa menurunkan mutu. Kopi dikatakan kering apabila waktu diaduk terdengar
bunyi gemerisik.
b. Beberapa petani mempunyai
kebiasaan merebus kopi gelondang lalu dikupas kulitnya, kemudian dikeringkan.
Kebiasaan merebus kopi gelondong lalu dikupas kulit harus dihindari karena
dapat merusak kandungan zat kimia dalam biji kopi sehingga menurunkan mutu.
c. Apabila udara tidak cerah
pengeringan dapat menggunakan alat pengering mekanis.
d. Tuntaskan pengeringan sampai
kadar air mencapai maksimal 12,5 % e. Pengeringan memerlukan waktu 2-3 minggu
dengan cara dijemur
f. Pengeringan dengan mesin
pengering tidak diharuskan karena membutuhkan biaya mahal.
2. Pengupasan kulit ( Hulling)
a. Hulling pada pengolahan kering
bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk dan kulit
arinya. b. Hulling dilakukan dengan menggunakan mesin pengupas (huller). Tidak
dianjurkan untuk mengupas kulit dengan cara menumbuk karena mengakibatkan
banyak biji yang pecah. Beberapa tipe huller sederhana yang sering digunakan
adalah huller putar tangan (manual), huller dengan pengerak motor, dan
hummermill.
Pengolahan Cara Basah (Fully
Washed) :
a. Pengupasan Kulit Buah Pengupasan
kulit buah dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin pengupas kulit buah
(pulper). Pulper dapat dipilih dari bahan dasar yang terbuat dari kayu atau
metal. Air dialirkan kedalam silinder bersamaan dengan buah yang akan dikupas.
Sebaiknya buah kopi dipisahkan atas dasar ukuran sebelum dikupas.
b. Fermentasi
1. Fermentasi umumnya dilakukan
untuk pengolahan kopi Arabika, bertujuan untuk meluruhkan lapisan lendir yang
ada dipermukaan kulit tanduk biji kopi. Selain itu, fermentasi mengurangi rasa
pahit dan mendorong terbentuknya kesan “mild” pada citarasa seduhan kopi
arabika.
2. Fermentasi ini dapat dilakukan
secara basah dengan merendam biji kopi dalam genangan air, atau fermentasi cara
kering dengan cara menyimpan biji kopi HS basah di dalam wadah plastik yang
bersih dengan lubang penutup dibagian bawah atau dengan menumpuk biji kopi HS
di dalam bak semen dan ditutup dengan karung goni.
3. Agar fermentasi berlangsung
merata, pembalikan dilakukan minimal satu kali dalam sehari.
4. Lama fermentasi bervariasi
tergantung pada jenis kopi, suhu, dan kelembaban lingkungan serta ketebalan
tumpukan kopi di dalam bak. Akhir fermentasi ditandai dengan meluruhnya lapisan
lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Waktu fermentasi berkisar antara 12
sampai 36 jam.
c. Pencucian
1. Pencucian bertujuan
menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang menempel di kulit tanduk.
2. Untuk kapasitas kecil, pencucian
dikerjakan secara manual di dalam bak atau ember, sedangkan kapasitas besar
perlu dibantu mesin.
d. Pengeringan
1) Pengeringan
bertujuan mengurangi kandungan air biji kopi HS dari 60 – 65 % menjadi maksimum
12,5 %. Pada kadar air ini, biji kopi HS relatif aman dikemas dalam karung dan
disimpan dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis.
2) Pengeringan
dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis, dan kombinasi keduanya.
3) Penjemuran
merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi.
4) Ketebalan
hamparan biji kopi HS dalam penjemuran sebaiknya 6 – 10 cm lapisan biji.
Pembalikan dilakukan setiap jam pada waktu kopi masih basah.
5) Pengeringan
mekanis dapat dilakukan jika cuaca tidak memungkinkan untuk melakukan
penjemuran. Pengeringan dengan cara ini sebaiknya dilakukan secara berkelompok
karena membutuhkan peralatan dan investasi yang cukup besar dan tenaga
pelaksana yang terlatih. Dengan mengoperasikan pengering mekanis secara terus
menerus siang dan malam dengan suhu 45 – 500 C, dibutuhkan waktu 72 jam untuk
mencapai kadar air 12,5 %. Penggunaan suhu tinggi di atas 600 C untuk
pengeringan kopi Arabika harus dihindari karena dapat merusak citarasanya.
Sedangkan untuk kopi Robusta, biasanya diawali dengan suhu lebih tinggi, yaitu
sampai 90 – 1000C dengan waktu 20 – 24 jam untuk mencapai kadar air maksimum
12,5 %, (pemanasan yang lebih singkat), karena jika terlalu lama maka warna
permukaan biji kopi cenderung menjadi kecoklatan Untuk kopi Robusta dibutuhkan
waktu 20-24 jam untuk mencapai kadar air 12,5 %.
6) Proses pengeringan kombinasi
dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penjemuran untuk menurunkan
kadar air biji kopi sampai 20 – 25 %, dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu
dengan menggunakan mesin pengering. Apabila biji kopi sudah dijemur terlebih
dahulu hingga mencapai kadar air 20 – 25 %, maka untuk mencapai kadar air 12,5%
diperlukan waktu pengeringan dengan mesin pengering selama 24 – 36 jam dengan
suhu 45-50 0C. e.
Pengupasan kulit kopi HS
1) Pengupasan dimaksudkan untuk
memisahkan biji kopi dari kulit tanduk yang menghasilkan biji kopi beras.
2) Pengupasan dapat dilakukan
dengan menggunakan mesin pengupas (huller).
3) Sebelum dimasukkan ke mesin
pengupas (huller), biji kopi hasil pengeringan didinginkan terlebih dahulu
(tempering) selama minimum 24 jam. Pengolahan Cara Semi Basah (Semi Washed
Process) Pengolahan secara semi basah saat ini banyak diterapkan oleh petani
kopi arabika di NAD, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Cara pengolahan
tersebut menghasilkan kopi dengan citarasa yang sangat khas, dan berbeda dengan
kopi yang diolah secaara basah penuh (WP). Ciri khas kopi yang diolah secara
semi-basah ini adalah berwarna gelap dengan fisik kopi agak melengkung. Kopi
Arabika cara semi-basah biasanya memiliki tingkat keasaman lebih rendah dengan
body lebih kuat dibanding dengan kopi olah basah penuh. Proses cara semi-basah
juga dapat diterapkan untuk kopi Robusta. Secara umum kopi yang diolah secara
semi-basah mutunya sangat baik. Proses pengolahan secara semi-basah lebih
singkat dibandingkan dengan pengolahan secara basah penuh.
Untuk dapat menghasilkan biji kopi
hasil olah semi-basah yang baik, maka harus mengikuti prosedur pengolahan yang
tepat, yaitu :
1. Pengupasan kulit buah
a. Proses pengupasan kulit buah
(pulp) sama dengan pada cara basah-penuh. Untuk dapat dikupas dengan baik, buah
kopi harus tepat masak (merah) dan dilakukan sortasi buah sebelum dikupas,
yaitu secara manual dan menggunakan air untuk memisahkan buah yang diserang hama.
b. Pengupasan dapan menggunakan
pulper dari kayu atau metal. Jarak silinder dengan silinder pengupas perlu
diatur agar diperoleh hasil kupasan yang baik (utuh, campuran kulit minuman)
beberapa tipe pulper memerlukan air untuk membantu proses pengupasan
c. Biji HS dibersihkan dari kotoran
kulit dan lainnya sebelum difermentasi.
2. Fermentasi dan Pencucian
a. Untuk memudahkan proses
pencucian, biji kopi HS perlu difermentasi selama semalam atau lebih. Apabila
digunakan alat-mesin pencuci lendir, proses fermentasi dapat dilalui.
b. Proses fermentasi dilakukan
secara kering dalam wadah karung plastik atau tempat dari plastik yang bersih.
c. Setelah difermentasi semalam
kopi HS dicuci secara manual atau menggunakan mesin pencuci (washer).
3. Pengeringan awal
a. Pengeringan awal dimaksudkan
untuk mencapai kondisi tingkat kekeringan tertentu dari bagian kulit
tanduk/cangkang agar mudah dikupas walaupun kondisi biji masih relatif basah.
b. Proses pengeringan dapat
dilakukan dengan penjemuran selama 1-2 hari sampai kadar air mencapai sekitar ±
40 %, dengan tebal lapisan kopi kurang dari 3 cm (biasanya hanya satu lapis)
dengan alas dari terpal atau lantai semen.
c. Biji kopi dibalik-balik setiap ±
1 jam agar tingkat kekeringannya seragam.
d. Jaga kebersihan kopi selama
pengeringan.
4. Pengupasan kulit tanduk/cangkang
Pengupasan kulit tanduk/cangkang pada kondisi biji kopi masih relatif basah
dapat dilakukan dengan menggunakan huller yang didisain khusus untuk proses
tersebut. Agar kulit dapat dikupas maka kondisi kulit harus cukup kering
walaupun kondisi biji yang ada didalamnya masih basah:
a. Pastikan kondisi huller bersih,
berfungsi normal dan bebas dari bahan-bahan yang dapat mengkonyimasi kopi
sebelum digunakan
b. Lakukan pengupasan sesaat
setelah pengeringan/penjemuran awal kopi HS. Apabila sudah bermalam sebelum
dikupas kopi HS harus dijemur lagi sesaat sampai kulip cukup kering kembali
c. Atur aturan huller dan aliran
bahan kopi agar diperoleh proses pengupasan yang optimum. Sejumlah tertentu
porsi kulit masih terikut bersama biji kopi labu yang keluar dari lubang
keluaran biji. Hal tersebut tidak begitu masalah, karna porsi kulit tersebut
mudah dipisahkan dengan tiupan udara (aspirasi) setalah kopi dikeringkan
d. Biji kopi labu yang keluar harus
segera dikeringkan, hindari penyimpanan biji kopi yang masih basah karena akan
terserang jamur yang dapat merusak biji kopi baik secara fisik atau citarasa,
serta dapat terkontiminasi oleh mikotoksin (okhtratoksin A, aflatoksin dll)
e. Bersihkan huller setelah
digunakan, agar sisa-sisa kopi dan kulit yang masih basah tidak tertinggal dan
berjamur di dalam mesin.
5. Pengeringan biji kopi labu
a. Keringkan biji kopi labu hasil
pengupasan dengan penjemuran atau menggunakan mesin pengering mekanis
b. Aturan tebal hamparan biji kopi
kurang dari 5 cm, gunakan alas pelastik atau terpal atau latai semen. Hindari
penjemuran langsung diatas permukaan tanah.
c. Balik-balik massa kopi agar proses pengeringan seragam
dan lebih cepat.
d. Tuntaskan proses pengeringan
sampai dicapai kadar air biji 11-12% biasanya diperlukan waktu 3-5 hari dalam
kondisi normal
e. Hindari penyimpanan biji kopi
yang belum kering dalam waktu yang lebih dari 12 jam, karena akan rusak akibat
dari serangan jamur.
Sortasi Kopi Beras
a. Sortasi dilakukan untuk
memisahkan biji kopi dari kotoran-kotoran non kopi seperti serpihan daun, kayu
atau kulit kopi.
b. Biji kopi beras juga harus
disortasi secara fisik atas dasar ukuran dan cacat biji. Sortasi ukuran dapat
dilakukan dengan ayakan mekanis maupun dengan manual.
c. Pisahkan biji-biji kopi cacat
agar diperoleh massa
biji dengan nilai cacat sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-1999 3.7
Pengemasan dan Penggudangan
a. Kemas biji kopi dengan
menggunakan karung yang bersih dan baik, serta diberi label sesuai dengan
ketentuan SNI 01-2907-1999. Simpan tumpukan kopi dalam gudang yang bersih,
bebas dari bau asing dan kontaminasi lainnya
b. Karung diberi label yang
menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen. Cat untuk label menggunakan
pelarut non minyak.
c. Gunakan karung yang bersih dan
jauhkan dari bau-bau asing
d. Atur tumpukan karung kopi diatas
landasan kayu dan beri batas dengan dinding
e. Monitor kondisi biji selama disimpan
terhadap kondisi kadar airnya, keamanan terhadap organisme gangguan (tikus,
serangga, jamur, dll) dan faktor-faktor lain yang dapat merusak kopi
f. Beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam penggudangan adalah: kadar air, kelembaban relatif dan kebersihan
gudang.
g. Kelembaban ruangan gudang
sebaiknya 70 %.
Proses Pasca Panen Sortasi
a. Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah yang superior (masak, bernas, seragam) dari buah inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang dan terserang hama/penyakit). Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang, karena dapat merusak mesin pengupas.
b. Biji merah (superior) diolah dengan metoda pengolahan basah atau semi-basah, agar diperoleh biji kopi HS kering dengan tampilan yang bagus. Sedangkan buah campuran hijau,kuning, merah diolah dengan cara pengolahan kering.
c. Hal yang harus dihindari adalah menyimpan buah kopi di dalam karung plastik atau sak selama lebih dari 12 jam, karena akan menyebabkan pra-fermentasi sehingga aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau busuk (fermented).
a. Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah yang superior (masak, bernas, seragam) dari buah inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang dan terserang hama/penyakit). Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang, karena dapat merusak mesin pengupas.
b. Biji merah (superior) diolah dengan metoda pengolahan basah atau semi-basah, agar diperoleh biji kopi HS kering dengan tampilan yang bagus. Sedangkan buah campuran hijau,kuning, merah diolah dengan cara pengolahan kering.
c. Hal yang harus dihindari adalah menyimpan buah kopi di dalam karung plastik atau sak selama lebih dari 12 jam, karena akan menyebabkan pra-fermentasi sehingga aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau busuk (fermented).
Pengolahan Cara kering
Metoda pengolahan cara kering banyak dilakukan mengingat kapasitas olah kecil, mudah dilakukan, peralatan sederhana dan dapat dilakukan di rumah petani.
1. Pengeringan
a. Kopi yang sudah di petik dan disortasi harus sesegera mungkin dikeringkan agar tidak mengalami proses kimia yang bisa menurunkan mutu. Kopi dikatakan kering apabila waktu diaduk terdengar bunyi gemerisik.
b. Beberapa petani mempunyai kebiasaan merebus kopi gelondang lalu dikupas kulitnya, kemudian dikeringkan. Kebiasaan merebus kopi gelondong lalu dikupas kulit harus dihindari karena dapat merusak kandungan zat kimia dalam biji kopi sehingga menurunkan mutu.
c. Apabila udara tidak cerah pengeringan dapat menggunakan alat pengering mekanis.
d. Tuntaskan pengeringan sampai kadar air mencapai maksimal 12,5 %
e. Pengeringan memerlukan waktu 2-3 minggu dengan cara dijemur
f. Pengeringan dengan mesin pengering tidak diharuskan karena membutuhkan biaya mahal.
Metoda pengolahan cara kering banyak dilakukan mengingat kapasitas olah kecil, mudah dilakukan, peralatan sederhana dan dapat dilakukan di rumah petani.
1. Pengeringan
a. Kopi yang sudah di petik dan disortasi harus sesegera mungkin dikeringkan agar tidak mengalami proses kimia yang bisa menurunkan mutu. Kopi dikatakan kering apabila waktu diaduk terdengar bunyi gemerisik.
b. Beberapa petani mempunyai kebiasaan merebus kopi gelondang lalu dikupas kulitnya, kemudian dikeringkan. Kebiasaan merebus kopi gelondong lalu dikupas kulit harus dihindari karena dapat merusak kandungan zat kimia dalam biji kopi sehingga menurunkan mutu.
c. Apabila udara tidak cerah pengeringan dapat menggunakan alat pengering mekanis.
d. Tuntaskan pengeringan sampai kadar air mencapai maksimal 12,5 %
e. Pengeringan memerlukan waktu 2-3 minggu dengan cara dijemur
f. Pengeringan dengan mesin pengering tidak diharuskan karena membutuhkan biaya mahal.
2. Pengupasan kulit ( Hulling)
a. Hulling pada pengolahan kering bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk dan kulit arinya.
b. Hulling dilakukan dengan menggunakan mesin pengupas (huller). Tidak dianjurkan untuk mengupas kulit dengan cara menumbuk karena mengakibatkan banyak biji yang pecah. Beberapa tipe huller sederhana yang sering digunakan adalah huller putar tangan (manual), huller dengan pengerak motor, dan hummermill.
a. Hulling pada pengolahan kering bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit buah, kulit tanduk dan kulit arinya.
b. Hulling dilakukan dengan menggunakan mesin pengupas (huller). Tidak dianjurkan untuk mengupas kulit dengan cara menumbuk karena mengakibatkan banyak biji yang pecah. Beberapa tipe huller sederhana yang sering digunakan adalah huller putar tangan (manual), huller dengan pengerak motor, dan hummermill.
Pengolahan Cara Basah (Fully
Washed)
Tahapan pengolahan kopi cara basah dapat dilihat pada skema berikut :
a. Pengupasan Kulit Buah
Pengupasan kulit buah dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin pengupas kulit buah (pulper). Pulper dapat dipilih dari bahan dasar yang terbuat dari kayu atau metal. Air dialirkan kedalam silinder bersamaan dengan buah yang akan dikupas. Sebaiknya buah kopi dipisahkan atas dasar ukuran sebelum dikupas.
b. Fermentasi
1. Fermentasi umumnya dilakukan untuk pengolahan kopi Arabika, bertujuan untuk meluruhkan lapisan lendir yang ada dipermukaan kulit tanduk biji kopi. Selain itu, fermentasi mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan “mild” pada citarasa seduhan kopi arabika.
2. Fermentasi ini dapat dilakukan secara basah dengan merendam biji kopi dalam genangan air, atau fermentasi cara kering dengan cara menyimpan biji kopi HS basah di dalam wadah plastik yang bersih dengan lubang penutup dibagian bawah atau dengan menumpuk biji kopi HS di dalam bak semen dan ditutup dengan karung goni.
3. Agar fermentasi berlangsung merata, pembalikan dilakukan minimal satu kali dalam sehari.
4. Lama fermentasi bervariasi tergantung pada jenis kopi, suhu, dan kelembaban lingkungan serta ketebalan tumpukan kopi di dalam bak. Akhir fermentasi ditandai dengan meluruhnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Waktu fermentasi berkisar antara 12 sampai 36 jam.
c. Pencucian
1. Pencucian bertujuan menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang menempel di kulit tanduk.
2. Untuk kapasitas kecil, pencucian dikerjakan secara manual di dalam bak atau ember, sedangkan kapasitas besar perlu dibantu mesin.
d. Pengeringan
1) Pengeringan bertujuan mengurangi kandungan air biji kopi HS dari 60 – 65 % menjadi maksimum 12,5 %. Pada kadar air ini, biji kopi HS relatif aman dikemas dalam karung dan disimpan dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis.
2) Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis, dan kombinasi keduanya.
3) Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi. Penjemuran dapat dilakukan di atas para-para atau lantai jemur.
Profil lantai jemur dibuat miring lebih kurang 5 – 7 o dengan sudut pertemuan di bagian tengah lantai.
4) Ketebalan hamparan biji kopi HS dalam penjemuran sebaiknya 6 – 10 cm lapisan biji. Pembalikan dilakukan setiap jam pada waktu kopi masih basah. Pada areal kopi Arabika, yang umumnya didataran tinggi, untuk mencapai kadar air 15 -17 %, waktu penjemuran dapat berlangsung 2 – 3 minggu.
5) Pengeringan mekanis dapat dilakukan jika cuaca tidak memungkinkan untuk melakukan penjemuran. Pengeringan dengan cara ini sebaiknya dilakukan secara berkelompok karena membutuhkan peralatan dan investasi yang cukup besar dan tenaga pelaksana yang terlatih. Dengan mengoperasikan pengering mekanis secara terus menerus siang dan malam dengan suhu 45 – 500 C, dibutuhkan waktu 72 jam untuk mencapai kadar air 12,5 %. Penggunaan suhu tinggi di atas 600 C untuk pengeringan kopi Arabika harus dihindari karena dapat merusak citarasanya. Sedangkan untuk kopi Robusta, biasanya diawali dengan suhu lebih tinggi, yaitu sampai 90 – 1000C dengan waktu 20 – 24 jam untuk mencapai kadar air maksimum 12,5 %, (pemanasan yang lebih singkat), karena jika terlalu lama maka warna permukaan biji kopi cenderung menjadi kecoklatan Untuk kopi Robusta dibutuhkan waktu 20-24 jam untuk mencapai kadar air 12,5 %.
6) Proses pengeringan kombinasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penjemuran untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20 – 25 %, dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu dengan menggunakan mesin pengering. Apabila biji kopi sudah dijemur terlebih dahulu hingga mencapai kadar air 20 – 25 %, maka untuk mencapai kadar air 12,5% diperlukan waktu pengeringan dengan mesin pengering selama 24 – 36 jam dengan suhu 45-50 0C.
e. Pengupasan kulit kopi HS
1) Pengupasan dimaksudkan untuk memisahkan biji kopi dari kulit tanduk yang menghasilkan biji kopi beras.
2) Pengupasan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengupas (huller).
3) Sebelum dimasukkan ke mesin pengupas (huller), biji kopi hasil pengeringan didinginkan terlebih dahulu (tempering) selama minimum 24 jam.
Pengolahan Cara Semi Basah (Semi Washed Process)
Pengolahan secara semi basah saat ini banyak diterapkan oleh petani kopi arabika di NAD, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Cara pengolahan tersebut menghasilkan kopi dengan citarasa yang sangat khas, dan berbeda dengan kopi yang diolah secaara basah penuh (WP). Ciri khas kopi yang diolah secara semi-basah ini adalah berwarna gelap dengan fisik kopi agak melengkung. Kopi Arabika cara semi-basah biasanya memiliki tingkat keasaman lebih rendah dengan body lebih kuat dibanding dengan kopi olah basah penuh.
Proses cara semi-basah juga dapat diterapkan untuk kopi Robusta. Secara umum kopi yang diolah secara semi-basah mutunya sangat baik. Proses pengolahan secara semi-basah lebih singkat dibandingkan dengan pengolahan secara basah penuh. Untuk dapat menghasilkan biji kopi hasil olah semi-basah yang baik, maka harus mengikuti prosedur pengolahan yang tepat, yaitu :
Tahapan pengolahan kopi cara basah dapat dilihat pada skema berikut :
a. Pengupasan Kulit Buah
Pengupasan kulit buah dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin pengupas kulit buah (pulper). Pulper dapat dipilih dari bahan dasar yang terbuat dari kayu atau metal. Air dialirkan kedalam silinder bersamaan dengan buah yang akan dikupas. Sebaiknya buah kopi dipisahkan atas dasar ukuran sebelum dikupas.
b. Fermentasi
1. Fermentasi umumnya dilakukan untuk pengolahan kopi Arabika, bertujuan untuk meluruhkan lapisan lendir yang ada dipermukaan kulit tanduk biji kopi. Selain itu, fermentasi mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya kesan “mild” pada citarasa seduhan kopi arabika.
2. Fermentasi ini dapat dilakukan secara basah dengan merendam biji kopi dalam genangan air, atau fermentasi cara kering dengan cara menyimpan biji kopi HS basah di dalam wadah plastik yang bersih dengan lubang penutup dibagian bawah atau dengan menumpuk biji kopi HS di dalam bak semen dan ditutup dengan karung goni.
3. Agar fermentasi berlangsung merata, pembalikan dilakukan minimal satu kali dalam sehari.
4. Lama fermentasi bervariasi tergantung pada jenis kopi, suhu, dan kelembaban lingkungan serta ketebalan tumpukan kopi di dalam bak. Akhir fermentasi ditandai dengan meluruhnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit tanduk. Waktu fermentasi berkisar antara 12 sampai 36 jam.
c. Pencucian
1. Pencucian bertujuan menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang menempel di kulit tanduk.
2. Untuk kapasitas kecil, pencucian dikerjakan secara manual di dalam bak atau ember, sedangkan kapasitas besar perlu dibantu mesin.
d. Pengeringan
1) Pengeringan bertujuan mengurangi kandungan air biji kopi HS dari 60 – 65 % menjadi maksimum 12,5 %. Pada kadar air ini, biji kopi HS relatif aman dikemas dalam karung dan disimpan dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis.
2) Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis, dan kombinasi keduanya.
3) Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk pengeringan biji kopi. Penjemuran dapat dilakukan di atas para-para atau lantai jemur.
Profil lantai jemur dibuat miring lebih kurang 5 – 7 o dengan sudut pertemuan di bagian tengah lantai.
4) Ketebalan hamparan biji kopi HS dalam penjemuran sebaiknya 6 – 10 cm lapisan biji. Pembalikan dilakukan setiap jam pada waktu kopi masih basah. Pada areal kopi Arabika, yang umumnya didataran tinggi, untuk mencapai kadar air 15 -17 %, waktu penjemuran dapat berlangsung 2 – 3 minggu.
5) Pengeringan mekanis dapat dilakukan jika cuaca tidak memungkinkan untuk melakukan penjemuran. Pengeringan dengan cara ini sebaiknya dilakukan secara berkelompok karena membutuhkan peralatan dan investasi yang cukup besar dan tenaga pelaksana yang terlatih. Dengan mengoperasikan pengering mekanis secara terus menerus siang dan malam dengan suhu 45 – 500 C, dibutuhkan waktu 72 jam untuk mencapai kadar air 12,5 %. Penggunaan suhu tinggi di atas 600 C untuk pengeringan kopi Arabika harus dihindari karena dapat merusak citarasanya. Sedangkan untuk kopi Robusta, biasanya diawali dengan suhu lebih tinggi, yaitu sampai 90 – 1000C dengan waktu 20 – 24 jam untuk mencapai kadar air maksimum 12,5 %, (pemanasan yang lebih singkat), karena jika terlalu lama maka warna permukaan biji kopi cenderung menjadi kecoklatan Untuk kopi Robusta dibutuhkan waktu 20-24 jam untuk mencapai kadar air 12,5 %.
6) Proses pengeringan kombinasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penjemuran untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20 – 25 %, dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu dengan menggunakan mesin pengering. Apabila biji kopi sudah dijemur terlebih dahulu hingga mencapai kadar air 20 – 25 %, maka untuk mencapai kadar air 12,5% diperlukan waktu pengeringan dengan mesin pengering selama 24 – 36 jam dengan suhu 45-50 0C.
e. Pengupasan kulit kopi HS
1) Pengupasan dimaksudkan untuk memisahkan biji kopi dari kulit tanduk yang menghasilkan biji kopi beras.
2) Pengupasan dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pengupas (huller).
3) Sebelum dimasukkan ke mesin pengupas (huller), biji kopi hasil pengeringan didinginkan terlebih dahulu (tempering) selama minimum 24 jam.
Pengolahan Cara Semi Basah (Semi Washed Process)
Pengolahan secara semi basah saat ini banyak diterapkan oleh petani kopi arabika di NAD, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Cara pengolahan tersebut menghasilkan kopi dengan citarasa yang sangat khas, dan berbeda dengan kopi yang diolah secaara basah penuh (WP). Ciri khas kopi yang diolah secara semi-basah ini adalah berwarna gelap dengan fisik kopi agak melengkung. Kopi Arabika cara semi-basah biasanya memiliki tingkat keasaman lebih rendah dengan body lebih kuat dibanding dengan kopi olah basah penuh.
Proses cara semi-basah juga dapat diterapkan untuk kopi Robusta. Secara umum kopi yang diolah secara semi-basah mutunya sangat baik. Proses pengolahan secara semi-basah lebih singkat dibandingkan dengan pengolahan secara basah penuh. Untuk dapat menghasilkan biji kopi hasil olah semi-basah yang baik, maka harus mengikuti prosedur pengolahan yang tepat, yaitu :
1. Pengupasan kulit buah
a. Proses pengupasan kulit buah (pulp) sama dengan pada cara basah-penuh. Untuk dapat dikupas dengan baik, buah kopi harus tepat masak (merah) dan dilakukan sortasi buah sebelum dikupas, yaitu secara manual dan menggunakan air untuk memisahkan buah yang diserang hama.
b. Pengupasan dapan menggunakan pulper dari kayu atau metal. Jarak silinder dengan silinder pengupas perlu diatur agar diperoleh hasil kupasan yang baik (utuh, campuran kulit minuman) beberapa tipe pulper memerlukan air untuk membantu proses pengupasan
c. Biji HS dibersihkan dari kotoran kulit dan lainnya sebelum difermentasi.
2. Fermentasi dan Pencucian
a. Untuk memudahkan proses pencucian, biji kopi HS perlu difermentasi selama semalam atau lebih. Apabila digunakan alat-mesin pencuci lendir, proses fermentasi dapat dilalui.
b. Proses fermentasi dilakukan secara kering dalam wadah karung plastik atau tempat dari plastik yang bersih.
c. Setelah difermentasi semalam kopi HS dicuci secara manual atau menggunakan mesin pencuci (washer).
3. Pengeringan awal
a. Pengeringan awal dimaksudkan untuk mencapai kondisi tingkat kekeringan tertentu dari bagian kulit tanduk/cangkang agar mudah dikupas walaupun kondisi biji masih relatif basah.
b. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran selama 1-2 hari sampai kadar air mencapai sekitar ± 40 %, dengan tebal lapisan kopi kurang dari 3 cm (biasanya hanya satu lapis) dengan alas dari terpal atau lantai semen.
c. Biji kopi dibalik-balik setiap ± 1 jam agar tingkat kekeringannya seragam.
d. Jaga kebersihan kopi selama pengeringan.
4. Pengupasan kulit tanduk/cangkang
Pengupasan kulit tanduk/cangkang pada kondisi biji kopi masih relatif basah dapat dilakukan dengan menggunakan huller yang didisain khusus untuk proses tersebut. Agar kulit dapat dikupas maka kondisi kulit harus cukup kering walaupun kondisi biji yang ada didalamnya masih basah:
a. Pastikan kondisi huller bersih, berfungsi normal dan bebas dari bahan-bahan yang dapat mengkonyimasi kopi sebelum digunakan
b. Lakukan pengupasan sesaat setelah pengeringan/penjemuran awal kopi HS. Apabila sudah bermalam sebelum dikupas kopi HS harus dijemur lagi sesaat sampai kulip cukup kering kembali
c. Atur aturan huller dan aliran bahan kopi agar diperoleh proses pengupasan yang optimum. Sejumlah tertentu porsi kulit masih terikut bersama biji kopi labu yang keluar dari lubang keluaran biji. Hal tersebut tidak begitu masalah, karna porsi kulit tersebut mudah dipisahkan dengan tiupan udara (aspirasi) setalah kopi dikeringkan
d. Biji kopi labu yang keluar harus segera dikeringkan, hindari penyimpanan biji kopi yang masih basah karena akan terserang jamur yang dapat merusak biji kopi baik secara fisik atau citarasa, serta dapat terkontiminasi oleh mikotoksin (okhtratoksin A, aflatoksin dll)
e. Bersihkan huller setelah digunakan, agar sisa-sisa kopi dan kulit yang masih basah tidak tertinggal dan berjamur di dalam mesin.
5. Pengeringan biji kopi labu
a. Keringkan biji kopi labu hasil pengupasan dengan penjemuran atau menggunakan mesin pengering mekanis
b. Aturan tebal hamparan biji kopi kurang dari 5 cm, gunakan alas pelastik atau terpal atau latai semen. Hindari penjemuran langsung diatas permukaan tanah.
c. Balik-balik massa kopi agar proses pengeringan seragam dan lebih cepat.
d. Tuntaskan proses pengeringan sampai dicapai kadar air biji 11-12% biasanya diperlukan waktu 3-5 hari dalam kondisi normal
e. Hindari penyimpanan biji kopi yang belum kering dalam waktu yang lebih dari 12 jam, karena akan rusak akibat dari serangan jamur.
Sortasi Kopi Beras
a. Sortasi dilakukan untuk memisahkan biji kopi dari kotoran-kotoran non kopi seperti serpihan daun, kayu atau kulit kopi.
b. Biji kopi beras juga harus disortasi secara fisik atas dasar ukuran dan cacat biji. Sortasi
ukuran dapat dilakukan dengan ayakan mekanis maupun dengan manual.
c. Pisahkan biji-biji kopi cacat agar diperoleh massa biji dengan nilai cacat sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-1999
3.7 Pengemasan dan Penggudangan
a. Kemas biji kopi dengan menggunakan karung yang bersih dan baik, serta diberi label sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-1999. Simpan tumpukan kopi dalam gudang yang bersih, bebas dari bau asing dan kontaminasi lainnya
b. Karung diberi label yang menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen. Cat untuk label menggunakan pelarut non minyak.
c. Gunakan karung yang bersih dan jauhkan dari bau-bau asing
d. Atur tumpukan karung kopi diatas landasan kayu dan beri batas dengan dinding
e. Monitor kondisi biji selama disimpan terhadap kondisi kadar airnya, keamanan terhadap organisme gangguan (tikus, serangga, jamur, dll) dan faktor-faktor lain yang dapat merusak kopi
f. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penggudangan adalah: kadar air, kelembaban relatif dan kebersihan gudang.
g. Kelembaban ruangan gudang sebaiknya 70 %.
a. Proses pengupasan kulit buah (pulp) sama dengan pada cara basah-penuh. Untuk dapat dikupas dengan baik, buah kopi harus tepat masak (merah) dan dilakukan sortasi buah sebelum dikupas, yaitu secara manual dan menggunakan air untuk memisahkan buah yang diserang hama.
b. Pengupasan dapan menggunakan pulper dari kayu atau metal. Jarak silinder dengan silinder pengupas perlu diatur agar diperoleh hasil kupasan yang baik (utuh, campuran kulit minuman) beberapa tipe pulper memerlukan air untuk membantu proses pengupasan
c. Biji HS dibersihkan dari kotoran kulit dan lainnya sebelum difermentasi.
2. Fermentasi dan Pencucian
a. Untuk memudahkan proses pencucian, biji kopi HS perlu difermentasi selama semalam atau lebih. Apabila digunakan alat-mesin pencuci lendir, proses fermentasi dapat dilalui.
b. Proses fermentasi dilakukan secara kering dalam wadah karung plastik atau tempat dari plastik yang bersih.
c. Setelah difermentasi semalam kopi HS dicuci secara manual atau menggunakan mesin pencuci (washer).
3. Pengeringan awal
a. Pengeringan awal dimaksudkan untuk mencapai kondisi tingkat kekeringan tertentu dari bagian kulit tanduk/cangkang agar mudah dikupas walaupun kondisi biji masih relatif basah.
b. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran selama 1-2 hari sampai kadar air mencapai sekitar ± 40 %, dengan tebal lapisan kopi kurang dari 3 cm (biasanya hanya satu lapis) dengan alas dari terpal atau lantai semen.
c. Biji kopi dibalik-balik setiap ± 1 jam agar tingkat kekeringannya seragam.
d. Jaga kebersihan kopi selama pengeringan.
4. Pengupasan kulit tanduk/cangkang
Pengupasan kulit tanduk/cangkang pada kondisi biji kopi masih relatif basah dapat dilakukan dengan menggunakan huller yang didisain khusus untuk proses tersebut. Agar kulit dapat dikupas maka kondisi kulit harus cukup kering walaupun kondisi biji yang ada didalamnya masih basah:
a. Pastikan kondisi huller bersih, berfungsi normal dan bebas dari bahan-bahan yang dapat mengkonyimasi kopi sebelum digunakan
b. Lakukan pengupasan sesaat setelah pengeringan/penjemuran awal kopi HS. Apabila sudah bermalam sebelum dikupas kopi HS harus dijemur lagi sesaat sampai kulip cukup kering kembali
c. Atur aturan huller dan aliran bahan kopi agar diperoleh proses pengupasan yang optimum. Sejumlah tertentu porsi kulit masih terikut bersama biji kopi labu yang keluar dari lubang keluaran biji. Hal tersebut tidak begitu masalah, karna porsi kulit tersebut mudah dipisahkan dengan tiupan udara (aspirasi) setalah kopi dikeringkan
d. Biji kopi labu yang keluar harus segera dikeringkan, hindari penyimpanan biji kopi yang masih basah karena akan terserang jamur yang dapat merusak biji kopi baik secara fisik atau citarasa, serta dapat terkontiminasi oleh mikotoksin (okhtratoksin A, aflatoksin dll)
e. Bersihkan huller setelah digunakan, agar sisa-sisa kopi dan kulit yang masih basah tidak tertinggal dan berjamur di dalam mesin.
5. Pengeringan biji kopi labu
a. Keringkan biji kopi labu hasil pengupasan dengan penjemuran atau menggunakan mesin pengering mekanis
b. Aturan tebal hamparan biji kopi kurang dari 5 cm, gunakan alas pelastik atau terpal atau latai semen. Hindari penjemuran langsung diatas permukaan tanah.
c. Balik-balik massa kopi agar proses pengeringan seragam dan lebih cepat.
d. Tuntaskan proses pengeringan sampai dicapai kadar air biji 11-12% biasanya diperlukan waktu 3-5 hari dalam kondisi normal
e. Hindari penyimpanan biji kopi yang belum kering dalam waktu yang lebih dari 12 jam, karena akan rusak akibat dari serangan jamur.
Sortasi Kopi Beras
a. Sortasi dilakukan untuk memisahkan biji kopi dari kotoran-kotoran non kopi seperti serpihan daun, kayu atau kulit kopi.
b. Biji kopi beras juga harus disortasi secara fisik atas dasar ukuran dan cacat biji. Sortasi
ukuran dapat dilakukan dengan ayakan mekanis maupun dengan manual.
c. Pisahkan biji-biji kopi cacat agar diperoleh massa biji dengan nilai cacat sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-1999
3.7 Pengemasan dan Penggudangan
a. Kemas biji kopi dengan menggunakan karung yang bersih dan baik, serta diberi label sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-1999. Simpan tumpukan kopi dalam gudang yang bersih, bebas dari bau asing dan kontaminasi lainnya
b. Karung diberi label yang menunjukkan jenis mutu dan identitas produsen. Cat untuk label menggunakan pelarut non minyak.
c. Gunakan karung yang bersih dan jauhkan dari bau-bau asing
d. Atur tumpukan karung kopi diatas landasan kayu dan beri batas dengan dinding
e. Monitor kondisi biji selama disimpan terhadap kondisi kadar airnya, keamanan terhadap organisme gangguan (tikus, serangga, jamur, dll) dan faktor-faktor lain yang dapat merusak kopi
f. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penggudangan adalah: kadar air, kelembaban relatif dan kebersihan gudang.
g. Kelembaban ruangan gudang sebaiknya 70 %.
Proses
pengolahan bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu sebagai
berikut:
Penyangraian
Kunci dari
proses produksi kopi bubuk adalah penyangraian. Proses ini merupakan tahapan
pembentukan aroma dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan
panas. Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik calon
pembentuk citarasa dan aroma khas kopi. Waktu sangrai ditentukan atas dasar
warna biji kopi sangrai atau sering disebut derajad sangrai. Makin lama waktu
sangrai, warna biji kopi sangrai mendekati cokelat tua kehitaman (Mulato,
2002).
Roasting
merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu
yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan
berat kering terutama gas dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan
produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering
terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang
digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu ligh roast suhu yang
digunakan 1930 sampai 199°C, medium roast suhu yang digunakan 204°C dan dark
roast suhu yang digunakan 2130 sampai 221°C. Ligh roast menghilangkan 3-5%
kadar air: medium roast, 5-8 % dan dark roast 8-14%
(Varnam and Sutherland, 1994).
(Varnam and Sutherland, 1994).
Penyangrai
bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau kontinous. Pemanasan
dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas pembakaran.
Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan permukaan yang
dipanaskan, dan pada beberapa desain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu
pada pemanasan. Desain paling umum yang dapat disesuaikan baik untuk
penyangraian secara batch maupun kontinous merupakan drum horizontal yang dapat
berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara panas melalui
drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan terjadi aliran
silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung dipanaskan menggunakan
gas atau bahan bakar, dan pada desain baru digunakan sistem udara daur ulang
yang dapat menurunkan polusi di atmosfir serta menekan biaya operasional
(Ciptadi dan Nasution ,1985).
Penyangraian
sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan dikonsumsi, perubahan
warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan
fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah
(Varnam and Sutherland, 1994).
(Varnam and Sutherland, 1994).
Penghalusan/ Pengilingan Biji Kopi
Sangrai
Biji
kopi sangrai dihaluskan dengan mesin penghalus sampai diperoleh butiran kopi
bubuk dengan ukuran tertentu. Butiran kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang
relatif besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh. Dengan demikian, senyawa
pembentuk citarasa dan senyawa penyegar mudah larut ke dalam air
penyeduh (Mulato, 2002).
penyeduh (Mulato, 2002).
Penggilingan
kopi skala luas selalu menggunakan gerinda beroda (roller), gerinda roller
ganda dengan gerigi 2 - 4 pasang merupakan alat yang paling banyak dipakai.
Partikel kopi dihaluskan selama melewati tiap pasang roller. Derajat
penggilingan ditentukan oleh nomor seri roller yang diguncikan. Kondisi ideal
dimana ukuran partikel giling seragam adalah mustahil, namun variasi lebih
rendah jika menggunakan gerinda roller ganda. Alternatif lain adalah penggilingan
sistem tertutup berbasis proses satu tahap, dimana jika ukuran partikel
melebihi saringan maka partikel dikembalikan ke pengumpan untuk digiling ulang.
Sejumlah kulit tipis (chaff) terlepas dari biji kopi, terutama robusta, ikut
tergiling. Pencampuran kulit tipis ini, khususnya dengan kopi gosong,
memberikan keuntungan berupa peningkatan sifat aliran dengan penyerapan minyak
yang
menetes (Ciptadi dan Nasution ,1985).
menetes (Ciptadi dan Nasution ,1985).
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tanaman kopi merupakan komoditi ekspor yang cukup
mempunyai nilaiekonomis yang relative tinggi di pasaran dunia, Di
samping itu tanaman kopi ini adalah salah satu komoditas unggulan yang dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia. Namun
disamping itu dalam budidaya tanaman kopi tidak semudah yang kita bayangkan.
kita harus bisa dalam dan paham bagaimana dalam budi daya baik dari awal sampai
menjadi secangkir kopi yang nikmat untuk diminum.
DAFTAR
PUSTAKA